Melalui B30, Indonesia Berhasil Menentukan Nasib Sendiri di Tengah Ketidakpastian

Meskipun awalnya diragukan, konsumsi Biodiesel Domestik pada tahun 2020 telah menjadi demand terbesar sawit, melebihi ekspor ke Tiongkok, India, dan Uni Eropa. Hal ini terjadi meskipun dilanda pandemi Covid-19 yang membuat insentif biodiesel melebar secara dramatis.

Dibawah ini adalah beberapa pendapat ahli yang meragukan kemampuan Indonesia untuk mempertahankan mandat

“Mekanisme pendanaan saat ini mungkin menghadapi tantangan terhadap kelangsungan hidupnya karena mandat biodiesel dalam negeri yang lebih tinggi dan kenaikan premi terhadap minyak bumi, akibat virus corona dan peningkatan produksi oleh Arab Saudi merusak harga minyak mentah.”

Argus Media

Pemerintah Indonesia dapat mengekang dorongannya untuk meningkatkan penggunaan biodiesel karena besarnya biaya menyusul selisih yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia mungkin meleset dari targetnya untuk tahun 2020. Selain itu, prospek demand biodiesel pada tahun 2021 dan pungutan ekspor CPO, yang berkontribusi pada dana tersebut, tidak pasti.

Fitch Ratings

Menyarankan mandat yang lebih dinamis untuk membantu meringankan beban keuangan, dengan B30 diterapkan hingga harga CPO mencapai USD 600/ton sebelum jatuh ke B25 dan kemudian B20 jika harga mencapai USD 700/ton atau lebih.


Dorab Mistry
Direktur, Godrej International

Di luar Indonesia, selisih minyak sawit-minyak bumi yang besar kemungkinan akan mengarah pada kemunduran mandat biodiesel karena pemerintah menolak mendanai subsidi untuk biodiesel. Hal ini juga membuat dana biofuel Indonesia berada di bawah tekanan.


Dr James Fry
Chairman, LMC International

Perbandingan Konsumsi Biodiesel dengan Ekspor Sawit ke India, China, dan EU
Periode 2015 – 2020, Dalam 000 Ton

Sumber : BPS, Statista, diolah IRAI

Konsumsi domestik minyak sawit Indonesia terus didukung oleh program biodiesel yang kian meningkat. Konsumsi biodiesel berbasis sawit pada tahun 2020 mencapai 7.3 juta ton dimana jumlah tersebut sudah melewati ekspor Indonesia ke India (5,27 juta ton), Eropa (5,03 juta ton), dan bahkan ke Tiongkok (6,17 juta ton).

Perbedaan skema subsidi Indonesia dengan negara lain adalah Indonesia menyalurkan dana dari industri ke Industri. Akibatnya, pemerintah Indonesia justru mendapat dana ketika harga sawit tinggi dalam bentuk Bea Keluar. Sementara sebagian besar negara lain mengandalkan pajak atau anggaran pemerintah.