Demi memastikan program mandatori B30 tetap berjalan di tengah fluktuasi harga minyak mentah dan minyak sawit akibat pandemi Covid-19, pemerintah meluncurkan beberapa kebijakan baik dengan memberikan dukungan dana langsung, insentif berupa pungutan ekspor, pengalihan penanggungan PPN, hingga perubahan formula konversi
Tanpa Dukungan Dana, Maka Discretionary Blending Tidak Akan Berjalan
Demi memastikan kontinuitas dari program mandatori biodiesel di tengah tingginya selisih antara harga minyak mentah dan minyak sawit, perlu dikaji beberapa alternatif lain untuk mendukung program mandatori. Adapun alternatif-alternatif yang bisa dilakukan adalah sebagai berikut.
Carbon Tax Credit
Program potongan pajak karbon dirancang untuk mendorong bisnis dan individu beralih ke sumber energi yang lebih bersih. Pemerintah dapat mengenakan pajak karbon pada sumber energi tak terbarukan tertentu, seperti BBM. Ini membantu pemerintah dalam mencapai tujuannya mengurangi emisi gas rumah kaca. Pendapatan yang diperoleh dari pajak kemudian dibayarkan kembali kepada pembayar pajak dalam bentuk rabat atau kredit.
Mandatory Blending
Skema mandatory blending mengharuskan pencampuran bahan bakar nabati dengan bahan bakar minyak. Skema ini akan meningkatkan dan mempertahankan demand untuk BBN namun karena harga BBN cenderung lebih tinggi dari harga minyak, penerapan skema mandatory blending tanpa adanya dukungan lain akan meningkatkan harga bahan bakar campuran dan membebani konsumen.
Skema Insentif Langsung
Skema ini adalah skema yang diterapkan oleh Pemerintah Indonesia. Pemerintah telah menetapkan skema insentif yang mengalirkan dana dari industri ke industri dengan dana masuk yang berasal dari pungutan ekspor CPO dan produk turunannya, lalu disalurkan untuk menutup selisih antara harga biodiesel dan solar.

Malaysia Belum Dapat Melaksanakan Mandatori Blending Seperti yang Direncanakan

Malaysia telah menunda peluncuran nasional mandat biodiesel minyak sawit B20 hingga Desember 2021 di Peninsular Malaysia untuk memprioritaskan pemulihan ekonomi pasca pandemi COVID-19. Ini adalah penundaan kedua Malaysia yang diakibatkan oleh rencana pemulihan ekonomi pasca COVID-19.
Sebagai produsen kedua terbesar di dunia, industri hulu Malaysia cenderung untuk mendapatkan windfall profit dengan membonceng kebijakan publik di Indonesia, namun Pemerintah Malaysia juga kerap mendapatkan kritik dari kancah internasional karena kurangnya dukungan untuk program biodiesel.
Dapat disimpulkan dari studi kasus ini bahwa dukungan dari pemerintah sangat krusial untuk menahkodai keberlanjutan mandat biodiesel, terutama di tengah rally harga minyak sawit Malaysia ke level tertinggi sepanjang masa. Hal ini meningkatkan premiumnya secara drastis dibandingkan minyak mentah, sehingga minyak sawit menjadi pilihan yang kurang berkelanjutan untuk bahan baku biodiesel.
Harga bahan baku biofuel yang tinggi relatif ke biaya bahan bakar fosil mengharuskan adanya skema insentif dan kerangka peraturan dari pemerintah untuk menjamin kelanjutan program